Senin, 08 Agustus 2016

Pepesan Kosong Fanatisme

Ketika fanatisme dikedepankan maka saat itulah akal menjauh dari sisi logis kemanusiaan. Manusia dipertuhankan, suku dan ras segalanya, dunia adalah tuhan, demokrasi sebagai firman tuhan baru. Lalu dimanakah posisi Tuhan yang sebenarnya ?

Sekitar 20 tahun lalu, saya menyaksikan fanatisme partai peserta demokrasi yang luar biasa. Kampung saya yang mayoritas pendukung 2 jari (Golkar) tak terima jika ada salah satu warga nya yang berbaju merah (PDI) atau hijau (PPP). Demikian pula kampung sebelah saya yang mayoritas pendukung merah dan hijau.



Bisa terjadi bacok - bacokan hingga ada yang tewas, ada saudara yang bermusuhan karena beda dukungan. Timgkat instansi ada pula yang sampai dimutasi karena beda dukungan. Dulu PNS dikompakkan mendukung kuning, jika berbeda maka ancamannya bisa dimutasi. Biasanya diancam mutasi ke Irian Jaya (sekarang Papua).



Apakah yang mereka dapatkan dari fanatisme mereka  ?
Segepok uang yang mengorbankan akal sehatnya ? Kesehariannya mereka sama saja harus membanting tulang untuk hidup. (lagi) mereka menyaksikan bahwa kampanye Pemilu hanyalah janji - janji manis dan pesta semu tiada bekas.

Satu kata : MEMUAKKAN !!
Seperti itulah realitas politik dan janji - janji demokrasi.

Dan sejarah pun berulang saat ini di usia dewasa saya. Fanatisme yang menyingkirkan akal sehat terjadi lagi. Menuhankan parpol, menuhankan manusia, menuhankan demokrasi.............. Tuhan yang sebenarnya tampak hanya ada di tulisan KTP saja.

Ada JKW lovers, Projok, Teman Ahok, Prabowo lovers, Anti Jkw, Anti Prabowo, dll
Hingga pernah terjadi bentrok gegara ada yang menghina komunitas mereka. Lucunya mereka lebih banyak diam dan cuek ketika agama Tuhan mereka dihina. Ada pula komunitas yang rela dan berani berbohong demi tokoh idola mereka.

Pertanyaan yang dulu kembali meneruak : Apa yang mereka dapat ?
Jawabannya pun masih sama dengan yang dulu. Kini mereka melihat dengan "haqqul yakin" bahwa apa yang manis dalam kampanye hanyalah bualan semata......kebohongan yang menarik.

Rezim berganti rezim yang dilihat sama saja : harga kebutuhan naik, BBM naik, ekonomi memburuk, transaksional politik bagi - bagi kue kekuasaan.
Hanya orang lugu saja yang tidak cermat sehingga masih terbuai dengan kemasan menarik dari sebuah tujuan kekuasaan.

Tuhan msih dalam limgkup tulisan di KTP dan dilupakan ketika masuk ke ranah Pemerintahan. Ah.....kalaulah Demokrasi itu lebih baik daripada Tuhan, tentunya masyarakat akan mendaptkan kebaikan - kebaikan. Nyatanya justru permusuhan antar masyarakat demi fanatisme demokrasi semata.

Kalaulah demokrasi menjanjikan kebaikan, sudah seharusnya Demokrasi mampu menghadirkan Tuhan yang sesnunguhnya dalam kehidupan manusia, mencegah fanatisme sempit, mencegah politik curang, benar - benar dari oleh dan untuk rakyat.
Suara Rakyat = Suara Tuhan hanyalah omong kosong yang menghina Tuhan karena mereka bisa membeli Suara Rakyat dengan selembar uang ataupun sekursi jabatan. Maha Suci Tuhan dari segala keburukan.

Mari bertanya kepada diri sendiri........ dimanakah letak Tuhan saat ini ?
Jika Tuhan adalah air, maka kita adalah ikan di dalamnya. Tuhan begitu dekat hingga ke nyawa kita. Tak pantaslah menuhankan sesuatu selain Tuhan kita yang sesungguhnya. Tak pantas menghalalkan yang haram demi fantisme Demokrasi yang semu. Janganlah sejarah itu berulang - ulang.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan baik dan santun