Jumat, 14 Oktober 2016

Ade Komarudin Dilaporkan Komisi IV DPR ke MKD

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ade Komarudin menegaskan tidak pernah ikut campur dalam pemberian persetujuan rapat sembilan perusahaan BUMN dengan Komisi XI terkait penyertaan modal negara (PMN). Akom, sapaan akrabnya, juga menyebut pimpinan tidak pernah mengubah domain mitra kerja komisi VI ke komisi XI.


"Pimpinan itu enggak pernah ngalihin kemitraan komisi VI. Kan ada rapat pengganti Bamus. Pimpinan komisi VI ada, pimpinan komisi XI ada Melki (Melchias Markus Mekeng, Ketua Komisi XI), nah berbeda pendapat di situ," kata Akom di Komplek Parlemen, Senayan, Jumat (14/10).

Akom mengaku tidak pernah mengirimkan atau menyetujui surat undangan rapat antara Komisi XI bersama sembilan perusahaan BUMN.

"Bukan dari saya, tanya aja ke sekretariat. Saya enggak pernah teken surat undangan, enggak ada itu. Enggak bener itu. Kayaknya mungkin Said Abdullah (Anggota Komisi XI) mungkin minta ke sesmen (Sekretaris Menteri)," tegasnya.

Akom bercerita, masalah keputusan PMN dengan BUMN telah dibahas di rapat pengganti bamus. Namun, Komisi VI dan Komisi XI berbeda pandangan tidak menemukan kesimpulan.

"Menyangkut hal ini sudah dibahas pada rapat pengganti bamus. Kesimpulannya harus bicara 2 komisi karena terjadi pertentangan antara 2 komisi komisi VI dan komisi XI. Disimpulkan coba silakan bicaralah. Tapi tidak ada ujung pangkalnya," terangnya.

Kemudian, katanya, pihak Komisi VI menemuinya agar mendesak pimpinan DPR meneken keputusan versi mereka. Akom meminta Komisi VI bersabar karena pimpinan DPR yang lain tengah melakukan kunjungan kerja.

"Kemudian teman-teman komisi VI menghadap saya kalau enggak salah 8 orang. Ingin mendesak saya supaya meneken cukup dengan keputusan komisi VI. Saya sampaikan waktu itu, nunggu mas Agus yang lagi tugas ke Australia. Karena beliau membidangi komisi VI. Nunggu juga mas Taufik lagi ke luar kota," jelasnya.

Selain itu, menurut Akom, Komisi XI yang diwakili Ketua Komisinya, Melchias Markus Mekeng dan Said menemuinya juga. Akom pun mengaku sepakat agar keputusan PMN untuk BUMN sesuai dengan UU BUMN, UU Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara.

"Lalu saudara Said, Melky datang. Saya sampaikan, saya sependapat dengan anda. Ini menyangkut PMN, saya bilang sebaiknya sesuai dengan UU Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara, bukan hanya UU BUMN saja payungnya. Saya sepakat dengan mereka," tandasnya.

Komisi XI akhirnya menghubungi perusahaan BUMN dan terjadi pertemuan di ruangan Akom. Akom mengaku hanya sebagai fasilitator. 4 BUMN hadir dalam pertemuan itu dan mendesak agar PMN segera diteken karena terdesak jadwal pada 30 September.

"Oke silakan sebaiknya supaya komunikasi, silakan saudara Said komunikasikan dengan menteri BUMN, akhirnya dia BB-BBMan dengan sesmen. Sudah terjadi pertemuan di ruangan saya yang ternyata sesmen sama teman-teman BUMN yang ada. Saya enggak tahu apakah mereka penerima atau bukan. Yang pasti penerima cuma 4 saya lihat lebih dari 4," tuturnya.

"Ini masih banyak PMN yang harus dapat keputusan berikutnya di masa yang akan datang. Bukan hanya 4 ini. Yang 4 ini didesak karena jadwal mereka ini soal aksi koorporasi yang harus segera diputuskan DPR," sambung Akom.

Ditambahkannya, Komisi XI dengan perusahaan-perusahaan BUMN pun berproses untuk pengambilan keputusan. Akom berpesan agar keputusan yang diambil memiliki celah untuk digugat atau melanggar aturan.

"Tapi saya berpatokan pada saya ingin, saya ingin syarat, saya tidak mau putusan yang diteken pimpinan itu keputusan yang tidak lonjong, bulat. Bulat dalam pengertian semuanya. Tidak ada celah sedikitpun sehingga orang bisa menyalahkan DPR terkait keputusan," tegas dia.

Usai pertemuan itu, Akom mengaku bertolak ke Tasmania, Australia untuk kunjungan kerja. Pada saat itu lah Komisi XI dan perusahaan-perusahaan BUMN menggelar rapat. Dari rapat itu, Komisi XI dan BUMN mencapai suatu keputusan soal PMN.

"Berproses, saya pergi ke Tasmania. Rapat terjadi di komisi XI dan sesuai jadwal sesuai dengan menteri BUMN. Saya wanti-wanti ke Sekjen DPR dan teman-teman pokoknya kita enggak boleh aksi koorporasi terganggu karena persetujuan tidak didapatkan DPR," ungkapnya.

Akom meyakini langkah yang dilakukan pimpinan DPR telah sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku baik dalam pengambilan keputusan soal PMN atau etika anggota dewan.

"Yang saya lakukan tentang hal ini tidak lebih dari ingin agar kita berprinsip teguh pada UU yang ada. Kita tahu berkaitan dengan right issue, PMN, aturannya ada UU BUMN, UU Keuangan Negara, Perbendaharaan Negara, dan UU MD3 pasti sebagai anggota DPR," pungkasnya.

Sebelumnya, Ade Komarudin dilaporkan jajaran anggota Komisi VI ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Laporan itu dibuat lantaran Ade diduga menyetujui rapat sembilan perusahaan BUMN dengan Komisi XI tanpa sepengetahuan Komisi VI.

Anggota Komisi VI Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso mengatakan, pihaknya yang merupakan mitra kerja Kementerian BUMN dan jajarannya merasa tidak diberitahu adanya rapat tersebut.

Akom, kata Bowo, mengubah domain itu dengan menyetujui rapat antara BUMN dan Komisi XI. Rapat tersebut berlangsung sekitar 2 minggu lalu.

"Komisi XI melakukan pengundangan menteri BUMN (Rini Soemarno) itu pasti melewati ketua DPR (Ade Komarudin)," kata Bowo di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/10).

SUMBER : MERDEKA COM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan baik dan santun