Jumat, 14 Oktober 2016

Demo Besar - Besaran Tangkap Ahok, Polisi Memutar Lagu - Lagu Islami



 Kepolisian Daerah Metro Jaya melakukan berbagai cara agar ribuan massa dari Front Pembela Islam (FPI) tidak melakukan tindakan anarkistis saat menggelar demonstrasi untuk menangkap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Jakarta, Jumat, 14 Oktober 2016. 


Polisi memasang pengeras suara dan memutar lagu-lagu bernuansa islami. Pimpinan pasukan juga memerintahkan polisi wanita (polwan) agar membagi-bagikan air minum kemasan kepada demonstran.

Ribuan massa mendatangi Balai Kota sekitar pukul 13.30 WIB. Massa dari berbagai kelompok Islam yang dipimpin FPI itu merangsek ke depan pintu masuk Balai Kota. Mereka kemudian membentangkan spanduk dan mengibarkan berbagai bendera organisasi masyarakat.

Massa sempat berteriak memanggil-manggil nama Ahok. Mereka meneriakkan yel-yel "Tangkap Ahok." Dari pantauan Tempo, polisi kemudian mendatangi pengunjuk rasa. Polisi menyalakan pengeras suara di mobil polisi yang diparkir di pintu masuk.

Lagu-lagu islami diputar sepanjang aksi berlangsung. Lagu-lagu salawat untuk kebesaran Nabi Muhammad dikumandangkan. Puluhan polwan juga masuk di antara kerumunan sembari membagi-bagikan minuman.

Kedatangan polwan ke dalam kerumunan itu menarik perhatian massa. Mereka kemudian ramai-ramai bergiliran mengajak selfie bersama. Canda dan tawa pun pecah dalam aksi penolakan FPI terhadap Ahok.

Perlahan massa tak lagi meneriakkan yel-yel menangkap Ahok. Ribuan massa hanya berkerumun di depan Balai Kota. Sampai berita ini ditulis ribuan massa masih berdatangan dari berbagai penjuru, termasuk dari luar Jakarta. Ribuan personel kepolisian dan TNI juga disiagakan mengamankan Balai Kota.


SAID AQIL : AHOK HARUS DIPROSES HUKUM

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengatakan proses hukum harus dilakukan terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Itu dilakukan untuk merespons laporan masyarakat atas dugaan penghinaan terhadap Al-Quran yang dilakukan Ahok. "Daripada anarkistis, daripada masyarakat nanti main hakim sendiri, lebih baik diproses hukum," kata Said Aqil, Jumat, 14 Oktober 2016, di kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.

Said Aqil mengatakan proses hukum itu harus berangkat dari asas praduga tidak bersalah. Apalagi sejumlah elemen masyarakat telah melaporkan ke kepolisian atas dugaan penghinaan Ahok terkait dengan Surat Al-Maidah ayat 51. "Daripada masyarakat main hakim. Itu yang bahaya sekali," ujar Said Aqil.

Ketua PBNU Bidang Hukum Robikin Emhas mengatakan kepolisian harus melakukan langkah-langkah hukum atas laporan masyarakat terhadap Ahok. "Mekanisme hukum yang disediakan sistem peradilan Indonesia adalah, ketika ada laporan masyarakat ke polisi, polisi harus melakukan langkah-langkah hukum, yaitu melakukan penyelidikan," tutur Robikin.

Penyelidikan dilakukan dengan memeriksa saksi-saksi dan mencari alat bukti. Jika dari proses penyelidikan itu betul terjadi peristiwa pidana, kata Robikin, tahap berikutnya adalah melakukan penyidikan. 

Proses ini menemukan siapa yang harus bertanggung jawab atas pidana itu. Tahap selanjutnya adalah proses di pengadilan untuk pembuktian hukum.

Semua proses itu, kata Robikin, harus dilakukan secara terbuka dan transparan. Jika bersalah, Ahok harus menerima sanksi hukum. "Sebaliknya, jika di proses penyelidikan tidak ditemukan adanya tindak pidana, ya harus dinyatakan bahwa tidak ditemukan tindak pidana," ucap Robikin.

Jika pun dinyatakan tidak ada tindak pidana, kata Robikin, masyarakat masih boleh melakukan gugatan peradilan, misalnya melalui mekanisme praperadilan. "Ya, itu hak masyarakat," ujarnya.


AHOK SIAP DIPROSES HUKUM

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama telah menyampaikan permohonan maaf kepada umat Islam melalui media terkait dengan masalah penistaan agama atas ucapannya soal Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 51. Namun, apabila beberapa organisasi masyarakat Islam tetap ingin persoalan itu diproses secara hukum, Ahok mengatakan siap.

"Ini negara hukum. Orang kalau sudah laporkan, ya silakan proses. Sudah ada undang-undangnya, kok. Kan, ada undang-undangnya, iya kan? Penistaan agama ada dasar undang-undangnya. Silakan bagian hukum yang memproses," ucap Ahok setelah meresmikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Bhineka, Petukangan Utara, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Oktober 2016.

Sebagai warga negara Indonesia yang baik, ujar Ahok, sudah sepatutnya dia mengikuti prosedur hukum yang ada. Dengan begitu, kata dia, akan jelas duduk perkaranya.

Dalam pernyataan maafnya, Ahok menuturkan tidak bermaksud melecehkan agama Islam ataupun Al-Quran. Menurut dia, masyarakat bisa melihat video sesungguhnya untuk mengetahui suasana yang terjadi saat ia melontarkan ucapannya itu. Video itu terekam saat Ahok sedang melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September lalu.
Meski Ahok telah meminta maaf, Majelis Ulama Indonesia tetap mendesak kepolisian menindaklanjuti laporan dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok. Menurut mereka, ucapan permintaan maaf Ahok tidak berarti masalah selesai.

MUI menilai Ahok harus mempertanggungjawabkan perbuatannya meskipun telah meminta maaf. Polisi harus menanggapi Ahok sebagai pihak yang dilaporkan berbagai pihak. Bahkan MUI siap mendukung tiap penyelidikan yang dilakukan kepolisian dan siap dijadikan saksi ahli dalam kasus ini.

SUMBER : TEMPO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan baik dan santun